ASPEK BUDAYA BETAWI
PADA PEKAN RAYA JAKARTA 2016
Oleh: Izhar Syafawy
Mahasiswa UIN Jakarta Jurusan Hukum Tata Negara/Anggota Forum
Komunikasi Mahasiswa Betawi (FKMB)
Jakarta International Expo (JI Expo) berhasil menyelenggarakan
Pekan Raya Jakarta (PRJ) 2016 atau Jakarta Fair (JF) yang selalu
diselenggarakan untuk menyambut dan memeriahkan Hut DKI Jakarta setiap tanggal
22 Juni. PRJ atau JF bukan lagi hal yang asing bagi masyarakat Indonesia bahkan
negara ASEAN pun sudah mengetahui perayaan pasar tahunan terbesar yang selalu
ada untuk menyambut dan memeriahkan Hut DKI Jakarta.
PRJ atau JF akan terus mengembangkan eksistensinya demi
membanggakan Indonesia khususnya Indonesia pada sisi perekonomian bangsa
dikarenakan pada pagelaran tersebut bisa membantu untuk peningkatan yang lebih
baik dalam hal ekonomi bangsa Indonesia. JI Expo merupakan lembaga swasta yang
dibawah naungan pemeritah daerah Provinsi DKI Jakarta yang setiap tahunnya
selalu bekerja sama untuk menyambut Hut DKI Jakarta.
PRJ atau JF banyak menyimpan sejarah bagi warga Jakarta, sejarah
yang harus selalu dikembangkan setiap masanya. PRJ yang bermula dari hanya
pasar malam rakyat untuk warga Jakarta pada tahun 1898 yang diselenggarakan di
Lapangan Gambir (Sekarang Monas) oleh pemerintahan zaman Belanda pada waktu
itu. Acara yang bermula hanya menghibur warga Batavia akan tetapi banyak
mengunggah perhatian Dunia.
Akan tetapi PRJ atau JF yang dulu dikenal dengan sebutan DF
(Djakarta Fair) lambat laun berubah dengan perkembangan bahasa dan budaya di
Indonesia maka ejaan lama itu disempurnakan dengan Jakarta Fair. JF begitu familiar
ditelinga warga Jakarta karena acara yang rutin diselenggarakan setiap tahunnya
itu menjadi ajang kebanggan warga Jakarta khususnya
PRJ atau JF baru diresmikan oleh pertama kali oleh Presiden
Soeharto pada 1968 dengan melepas burung merpati pos. Kegiatan yang bermula
hanya pasar rakyat menjadi pasar internasional berkat Ide yang dituangkan oleh
salah satu ketua KADIN (Kamar Dagang dan Industri) pada masa pemeritah gubernur
Ali Sadikin yaitu Syamsudin Magan yang akrab disapa Haji Mangan.
Semakin kelihatan eksistensi PRJ atau JF maka semakin semangat
pemerintah daerah DKI Jakarta membuat aturan bahwa PRJ atau JF wajib
dilaksanakan setiap tahunnya untuk menyambut dan memeriahkan Hut DKI Jakarta
dengan ketetapan Peraturan Daerah (Perda) no. 8 tahun 1968 antara lain isinya
adalah bahwa menetapkan bahwa PRJ akan menjadi agenda tetap tahunan dan
diselenggarakan menjelang Hari Ulang Tahun Jakarta yang dirayakan setiap
tanggal 22 Juni.
PRJ atau JF memang selalu ada setiap tahunnya dengan sentuhan khas
dari masa ke masa demi menggali pengunjung seluruh Dunia, khususnya masyarakat Indonesia
untuk berkunjung pada pasar tahunan itu dalam mempringati hari lahir Ibu Kota
Indonesia. Maka dari itu eksistensi PRJ atau JF selalu dikembangkan agar dapat
menjaga kepercayaan masyakarat.
Masyarakat Betawi tidak akan lepas darah dagingnya dengan Jakarta
walaupun Masyarakat Betawi tidak hanya di Jakarta akan tetapi asal mula nenek
moyang mereka pernah tinggal di Jakarta. Jakarta dan Betawi bagaikan anggota
terpenting dalam tubuh manusia yang selalu dijaga dan dirawat, jika salah
satunya dihilangkan akan lenyaplah itu semua.
Budaya Betawi sudah menjadi hak paten budaya yang dimiliki oleh DKI
Jakarta, sudah seharusnya bagi kita warga Jakarta yang memiliki KTP domisili
DKI Jakarta dan Masyarakat Betawi yang tinggal di sekitar Jakarta untuk
menjaga, melindungi dan mengembangkan budaya Betawi asli Jakarta sesuai dengan Perda
DKI Jakarta Tahun 2015 Pasal 1 No. 9-13.
Maka dari itu dengan diberlakukannya Perda tersebut dapat dijalankan
dan disosialisasikan agar masyarakat mengerti makna itu semua oleh sebab itu
tidak hanya pemerintah yang bekerja keras untuk membangun akan tetapi masyarakat
wajib ikut serta berkontribusi oleh karenanya akan terwujud cita-cita bangsa
yang ada pada pancasila.
PRJ yang setiap tahunnya selalu banjir pengunjung dari berbagai
elemen dunia sudah seharusnya menjadi kebanggan pemerintah daerah DKI Jakarta
khususnya Masyarakat Jakarta dan Betawi untuk dapat mengembangkan budaya Betawi
pada agenda akbar tersebut akan tetapi PRJ atau JF belum bisa berkontribusi
banyak untuk Betawi. Entah siapa yang salah?
Sudah seharusnya PRJ atau JF dapat mengembagkan budaya Betawi
karena itu adalah suatu wadah yang sangat baik untuk kemajuan budaya Betawi. PRJ
atau JF tidak seharusnya mementingkan stand-stand perusahaan dengan brand
terkenal saja akan tetapi jika PRJ atau JF bisa mengembangkan budaya Betawi dan
Pasar Tahunan itu akan terasa lebih harmonis bagi Masyarakat Jakarta dan
Betawi.
Bagi Penulis mengembagkan budaya Betawi pada agenda akbar tersebut
dan memeriahkannya dengan diadakannya stand-stand perusahaan dengan brand
terkenal adalah bagian yang tidak boleh dilepaskan dan hilangkan karena pasar
tahunan yang ada sudah lama itu harus dikembangkan dan dikemas dengan
kebudayaan Betawi maka dari itu akan timbulah rasa simbosis mutualisme.
Kontribusi pihak panita penyelenggara PRJ atau JF sudah seharusnya
dapat mementingkan terhadap kebudayaan asli lokal Jakarta. Sentuhan budaya
Betawi pada PRJ atau JF yang kalah dengan yang lain membuat penulis miris
dengan hal itu semua. Sangatlah ditungu-tunggu oleh masyarakat Betawi khususnya
karena untuk apa ada agenda besar yang ada di Jakartadalam menyambut Hut DKI
Jakarta tidak bisa memberikan sentuhan budaya dari daerahnya sendiri. Siapa
yang salah?