Monday, June 27, 2016

ASPEK BUDAYA BETAWI PADA PEKAN RAYA JAKARTA 2016



ASPEK BUDAYA BETAWI
PADA PEKAN RAYA JAKARTA 2016


Oleh: Izhar Syafawy
Mahasiswa UIN Jakarta Jurusan Hukum Tata Negara/Anggota Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi (FKMB)

Jakarta International Expo (JI Expo) berhasil menyelenggarakan Pekan Raya Jakarta (PRJ) 2016 atau Jakarta Fair (JF) yang selalu diselenggarakan untuk menyambut dan memeriahkan Hut DKI Jakarta setiap tanggal 22 Juni. PRJ atau JF bukan lagi hal yang asing bagi masyarakat Indonesia bahkan negara ASEAN pun sudah mengetahui perayaan pasar tahunan terbesar yang selalu ada untuk menyambut dan memeriahkan Hut DKI Jakarta.
PRJ atau JF akan terus mengembangkan eksistensinya demi membanggakan Indonesia khususnya Indonesia pada sisi perekonomian bangsa dikarenakan pada pagelaran tersebut bisa membantu untuk peningkatan yang lebih baik dalam hal ekonomi bangsa Indonesia. JI Expo merupakan lembaga swasta yang dibawah naungan pemeritah daerah Provinsi DKI Jakarta yang setiap tahunnya selalu bekerja sama untuk menyambut Hut DKI Jakarta.
PRJ atau JF banyak menyimpan sejarah bagi warga Jakarta, sejarah yang harus selalu dikembangkan setiap masanya. PRJ yang bermula dari hanya pasar malam rakyat untuk warga Jakarta pada tahun 1898 yang diselenggarakan di Lapangan Gambir (Sekarang Monas) oleh pemerintahan zaman Belanda pada waktu itu. Acara yang bermula hanya menghibur warga Batavia akan tetapi banyak mengunggah perhatian Dunia. 
Akan tetapi PRJ atau JF yang dulu dikenal dengan sebutan DF (Djakarta Fair) lambat laun berubah dengan perkembangan bahasa dan budaya di Indonesia maka ejaan lama itu disempurnakan dengan Jakarta Fair. JF begitu familiar ditelinga warga Jakarta karena acara yang rutin diselenggarakan setiap tahunnya itu menjadi ajang kebanggan warga Jakarta khususnya
PRJ atau JF baru diresmikan oleh pertama kali oleh Presiden Soeharto pada 1968 dengan melepas burung merpati pos. Kegiatan yang bermula hanya pasar rakyat menjadi pasar internasional berkat Ide yang dituangkan oleh salah satu ketua KADIN (Kamar Dagang dan Industri) pada masa pemeritah gubernur Ali Sadikin yaitu Syamsudin Magan yang akrab disapa Haji Mangan.
Semakin kelihatan eksistensi PRJ atau JF maka semakin semangat pemerintah daerah DKI Jakarta membuat aturan bahwa PRJ atau JF wajib dilaksanakan setiap tahunnya untuk menyambut dan memeriahkan Hut DKI Jakarta dengan ketetapan Peraturan Daerah (Perda) no. 8 tahun 1968 antara lain isinya adalah bahwa menetapkan bahwa PRJ akan menjadi agenda tetap tahunan dan diselenggarakan menjelang Hari Ulang Tahun Jakarta yang dirayakan setiap tanggal 22 Juni.
PRJ atau JF memang selalu ada setiap tahunnya dengan sentuhan khas dari masa ke masa demi menggali pengunjung seluruh Dunia, khususnya masyarakat Indonesia untuk berkunjung pada pasar tahunan itu dalam mempringati hari lahir Ibu Kota Indonesia. Maka dari itu eksistensi PRJ atau JF selalu dikembangkan agar dapat menjaga kepercayaan masyakarat.
Masyarakat Betawi tidak akan lepas darah dagingnya dengan Jakarta walaupun Masyarakat Betawi tidak hanya di Jakarta akan tetapi asal mula nenek moyang mereka pernah tinggal di Jakarta. Jakarta dan Betawi bagaikan anggota terpenting dalam tubuh manusia yang selalu dijaga dan dirawat, jika salah satunya dihilangkan akan lenyaplah itu semua.
Budaya Betawi sudah menjadi hak paten budaya yang dimiliki oleh DKI Jakarta, sudah seharusnya bagi kita warga Jakarta yang memiliki KTP domisili DKI Jakarta dan Masyarakat Betawi yang tinggal di sekitar Jakarta untuk menjaga, melindungi dan mengembangkan budaya Betawi asli Jakarta sesuai dengan Perda DKI Jakarta Tahun 2015 Pasal 1 No. 9-13.
Maka dari itu dengan diberlakukannya Perda tersebut dapat dijalankan dan disosialisasikan agar masyarakat mengerti makna itu semua oleh sebab itu tidak hanya pemerintah yang bekerja keras untuk membangun akan tetapi masyarakat wajib ikut serta berkontribusi oleh karenanya akan terwujud cita-cita bangsa yang ada pada pancasila.
PRJ yang setiap tahunnya selalu banjir pengunjung dari berbagai elemen dunia sudah seharusnya menjadi kebanggan pemerintah daerah DKI Jakarta khususnya Masyarakat Jakarta dan Betawi untuk dapat mengembangkan budaya Betawi pada agenda akbar tersebut akan tetapi PRJ atau JF belum bisa berkontribusi banyak untuk Betawi. Entah siapa yang salah?
Sudah seharusnya PRJ atau JF dapat mengembagkan budaya Betawi karena itu adalah suatu wadah yang sangat baik untuk kemajuan budaya Betawi. PRJ atau JF tidak seharusnya mementingkan stand-stand perusahaan dengan brand terkenal saja akan tetapi jika PRJ atau JF bisa mengembangkan budaya Betawi dan Pasar Tahunan itu akan terasa lebih harmonis bagi Masyarakat Jakarta dan Betawi.
Bagi Penulis mengembagkan budaya Betawi pada agenda akbar tersebut dan memeriahkannya dengan diadakannya stand-stand perusahaan dengan brand terkenal adalah bagian yang tidak boleh dilepaskan dan hilangkan karena pasar tahunan yang ada sudah lama itu harus dikembangkan dan dikemas dengan kebudayaan Betawi maka dari itu akan timbulah rasa simbosis mutualisme.
Kontribusi pihak panita penyelenggara PRJ atau JF sudah seharusnya dapat mementingkan terhadap kebudayaan asli lokal Jakarta. Sentuhan budaya Betawi pada PRJ atau JF yang kalah dengan yang lain membuat penulis miris dengan hal itu semua. Sangatlah ditungu-tunggu oleh masyarakat Betawi khususnya karena untuk apa ada agenda besar yang ada di Jakartadalam menyambut Hut DKI Jakarta tidak bisa memberikan sentuhan budaya dari daerahnya sendiri. Siapa yang salah?